Selasa, 20 Juni 2017

Hukum Dagang

Pengertian Hukum Dagang
Pengertian : Hukum dagang dikatakan juga merupakan bagian dari hukum perdata atau hukum perdata khusus. Paham ini timbul akibat adanya kodifikasi hukum dagang dalam KUHD dan hukum perdata dalam KUHPerdata, karena hanya mengatur tentang perdagangan.

  • Pendapat Ahmad Ihsan à hukum dagang adalah hukum yang mengatur tentang masalah perdagangan atau perniagaan. 
  • Pendapat Purwo Sucipto à hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul dalam lapangan perusahaan. 
  • Secara umum à hukum dagang adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara satu orang dengan orang yang lain dalam bidang perdagangan atau perusahaan.

Sekarang ini, istilah hukum dagang cenderung sudah ditinggalkan, karena:
  • Istilah pedagang dan perdagangan yang diatur dalam pasal 2-5 KUHD sejak 1938, diganti oleh pemerintah Belanda : Pedagang => Pengusaha dan Perdagangan => Perusahaan. 
  • Hukum dagang itu, tidak hanya membicarakan masalah kegiatan dagang (jual beli) tetapi juga membicarakan, membahas hal-hal lain yang langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan organisasi atau badan usaha yang melakukan kegiatan perdagangan/ jual beli itu. 
  • Hukum dagang juga mengatur pelaku perdagangan, (PT, FIRMA)
Akhir2 ini istilah hukum bisnis lebih populer. Hukum bisnis berasal dari BUSSINESS yg artinya kegiatan usaha. Jadi kegiatan bisnis diartikan sebagai kegiatan usaha yang dijalankan oleh perorangan ataupun oleh suatu perkumpulan (badan usaha, perusahaan) secara teratur dan terus menerus berupa kegiatan pengadaan barang maupun jasa. Dengan demikian, hukum bisnis adalah kumpulan peraturan2 yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan-kegiatan perusahaan di dalam menjalankan roda perekonomian.

Sumber-Sumber Hukum Dagang
Sumber-sumber hukum dagang ialah tempat dimana bisa didapatkan peraturan-peraturan mengenai Hukum Dagang. Beberapa sumber Hukum Dagang yakni sebagai berikut:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHD)
KUHD mengatur berbagai perikatan yang berkaitan dengan perkembangan lapangan hukum perusahaan. Sebagai peraturan yang sudah terkodifikasi, KUHD masih terdapat kekurangan dimana kekurangan tersebut diatur dengan sebuah peraturan perundang-undangan yang lain.
2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
Sesuai pasal 1 KUHD, KUH Perdata menjadi sumber hukum dagang sepanjang KUHD tidak mengatur hal-hal tertentu dan hal-hal tertentu tersebut diatur dalam KUH Perdata khususnya buku III. Dapat dikatakan bahwa KUH Perdata mengatur sebuah pemeriksaan secara umum atau untuk orang-orang pada umumnya. Sedangkan KUHD lebih bersifat khusus yang ditujukan untuk kepentingan pedagang.
3. Peraturan Perundang-Undangan
Selain KUHD, masih terdapat beberapa peraturan perundang-undangan lain yang mengatur Hukum Dagang, diantaranya  yaitu sebagai berikut :
  • UU No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan 
  • UU No 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (PT) 
  • UU No 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta 
  • UU No 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha 
  • UU No 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
4. Kebiasaan
Kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus dan tidak terputus dan sudah diterima oleh masyarakat pada umumnya serta pedagang pada khususnya, bisa digunakn juga sebagai sumber hukum pada Hukum Dagang. Hal ini sesuai dengan pasal 1339 KUH Perdata bahwa perjanjian tidak saja mengikat yang secara tegas diperjanjikan, tetapi juga terikat pada kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan perjanjian tersebut. Contohnya tentang pemberian komisi, jual beli dengan angsuran, dan lain sebagainya.
5. Perjanjian yang dibuat para pihak
Berdasarkan pasal 1338 KUH Perdata disebutkan perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dalam hal ini, persetujuan, perjanjian ataupun kesepakatan memegang peranan bagi para pihak. Contohnya yaitu dalam pasal 1477 KUH Perdata yang menentukan bahwa selama tidak diperjanjikan lain, maka penyerahan terjadi di tempat dimana barang berada pada saat terjadi kata sepakat. Misalkan penyerahan barang diperjanjikan dengan klausula FOB (Free On Board) maka penyerahan barang dilaksanakan ketika barang sudah berada di atas kapal.
6. Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional diadakan dengan tujuan supaya pengaturan tentang persoalan Hukum Dagang bisa diatur secara seragam oleh masing-masing hukum nasional dari negara-negara peserta yang terikat dalam perjanjian internasional tersebut. Untuk bisa diterima dan memiliki kekuatan hukum yang mengikat maka perjanjian internasional tersebut harus diratifikasi oleh masing-masing negara yang terikat dalam perjanjian internasional tersebut.Macam perjanjian internasional yaitu sebagai berikut :
  • Traktat yaitu perjanjian bilateral yang dilakukan oleh dua negara saja. Contohnya traktat yang dibuat oleh Indonesia dengan Amerika yang mengatur tentang sebuah pemberian perlindungan hak cipta yang kemudian disahkan melalui Keppres No.25 Tahun 1989 
  • Konvensi yaitu suatu perjanjian yang dilakukan oleh beberapa negara. Contohnya yaitu Konvensi Paris yang mengatur tentang merek.

Ruang Lingkup Hukum Dagang
Adapun ruang lingkup hukum dagang yaitu sebagai berikut :
  1. Kontrak Bisnis. 
  2. Jual beli. 
  3. Bentuk-bentuk Perusahaan. 
  4. Perusahaan Go Public dan Pasar Modal. 
  5. Penanaman Modal Asing. 
  6. Kepailitan dan Likuidasi. 
  7. Merger dan Akuisisi. 
  8. Perkreditan dan Pembiayaan. 
  9. Jaminan Hutang. 
  10. Surat Berharga. 
  11. Perburuan. 
  12. Hak atas Kekayaan Intelaktual. 
  13. Anti Monopoli 
  14. Perlindungan Konsumen. 
  15. Keagenan dan Distribusi. 
  16. Asuransi. 
  17. Perpajakan. 
  18. Penyelesaan Sengketa Bisnis. 
  19. Bisnis Internasional. 
  20. Hukum Pengangkutan (Darat, Laut, Udara dan Multimoda).

Contoh Hukum Dagang
Ada seorang pengusaha sepatu lokal yang memberi nama produk yang mereka hasilkan dengan nama merek terkenal. Hal tersebut dilakukan untuk mendongkrak angka penjualan karena merek tersebut sebenarnya yaitu sebuah brand internasional yang sudah sangat terkenal.
Mungkin memang sepatu produk lokal tersebut akan lebih laku tapi bila hal tersebut terendus oleh pihak perusahaan resmi merek tersebut maka pengusaha lokal tersebut dapat dikenai sangsi pidana dan jelas melanggar pasal 90 undang-undang nomor 15 tahun 2001 tentang merk. Jadi lebih menciptakan produk dan menciptakan brand baru yaitu jauh lebih baik dibandingkan harus berurusan dengan hukum.






0 komentar:

Posting Komentar

 
;